5 Jenis Pengeluaran Receh yang Tidak Disadari Bisa Bikin Bangkrut

0
3979
asuransi jiwa

Cindy (27 tahun), sudah menjalankan karir dengan cukup baik di ibukota. Keahliannya sebagai digital marketer di era kedigdayaan teknologi internet membuat Cindy mampu meraih penghasilan yang signifikan di usia yang masih belia.

Tidak heran, banyak orang yang melihat Cindy sebagai orang yang makmur dan memiliki saldo tabungan besar. Tapi, pada kenyataannya, Cindy ternyata tidak berbeda dengan pegawai bergaji kecil yang sering mengeluh kehabisan uang jelang akhir bulan. Yang ironis, Cindy bahkan bingung uangnya habis untuk apa saja.

Familiar dengan kondisi seperti itu? Ada banyak kasus di mana seseorang dengan penghasilan lumayan besar, namun justru memiliki dompet bokek. Salah satu penyebab terbesar kerentanan keuangan adalah karena “latte factor”. Ini adalah istilah untuk menyebut pengeluaran remeh-temeh yang kerap dibelanjakan orang tanpa sadar akan tetapi rutin dari hari ke hari.

Baca Juga: Cara Adil Bagi Tagihan Saat Makan Dengan Teman

Pengeluaran remeh temeh ini sesuai namanya memang terasa remeh karena nilainya tidak besar. Anggaplah di bawah Rp50.000 saja. Namun, karena dilakukan setiap hari, lama-lama nilai pengeluaran yang tadinya remeh ini menjadi sangat signifikan. Padahal, bila dianggarkan secara terencana, pengeluaran jenis ini bisa lebih terkendali dan penghasilan Anda bisa lebih terkelola secara produktif.

Survei yang dilakukan oleh Bank Permata, seperti dikutip oleh Tirto (Februari 2017), mencatat bahwa 9 dari 10 orang menggelontorkan uang lebih dari Rp900.000 untuk latte factor setiap bulan. Angka itu cukup besar bahkan bisa melampaui nilai pengeluaran untuk tagihan rutin seperti listrik dan air. Di sisi lain, nominal pengeluaran remeh itu sebenarnya bisa lebih produktif bila dikelola lebih cermat untuk pos lain seperti investasi atau untuk menutup kebutuhan asuransi.

Baca Juga: Beli Kado Teman, Beli Sendiri atau Patungan ya?

Nah, apa saja jenis pengeluaran remeh temeh yang sering tidak disadari bisa membuat dompet kedodoran? Inilah daftarnya:

1. Air minum dalam kemasan

Siapapun membutuhkan minum karena air minum adalah salah satu kebutuhan primer. Namun, banyak orang justru enggan menyiapkan bekal air minum setiap kali pergi beraktivitas di luar rumah. Akhirnya, kebutuhan air minum pun dipenuhi dengan membeli air minum dalam kemasan di warung atau minimarket. Bila dilakukan berkali-kali, pengeluaran membeli air minum ini lama-lama bisa menjebol kantong.

Gambarannya demikian: asumsikan harga air minum dalam kemasan Rp5.000 dan Anda membeli air minum dalam kemasan 2 kali sehari, selama 20 hari kerja dalam sebulan. Sehingga, dalam sebulan pengeluaran air minum dalam kemasan mencapai Rp200.000. Dalam setahun mencapai Rp2,4 juta. Besar juga, kan?

Anda bisa mengurangi pengeluaran untuk air minum dengan membawa bekal air minum sendiri dari rumah setiap kali beraktivitas. Alihkan penghematan uang air minum dengan berinvestasi di produk reksadana. Sebagai gambaran, bila Anda rutin berinvestasi Rp200.000 di produk reksadana yang mampu tumbuh 10% per tahun, Anda bisa mengumpulkan Rp11,84 juta dalam 4 tahun! Itu hanya dari penghematan belanja air minum, lho.

2. Kopi dan makanan ringan

Kopi memang tengah menjadi gaya hidup yang hits di kalangan anak milenial. Sesekali “ngopi”, sah-sah saja, kok. Tapi, bila Anda rutin membeli kopi setiap hari dengan harga Rp30.000 per cangkir, lama-lama isi kantong bisa goyah. Coba saja kita hitung bersama.

Harga kopi secangkir anggaplah Rp30.000 lengkap dengan jajanan ringan, kita bulatkan Rp50.000. Bila setiap hari pola konsumsi ini berjalan, Anda bisa menghabiskan Rp1,5 juta per bulan hanya untuk biaya kopi dan makanan ringan. Dalam setahun, penghasilan Anda terkuras Rp18 juta sekadar untuk ngopi dan mengudap camilan.

Anda bisa mengendalikan pengeluaran remeh ini dengan membatasi frekuensi pembelian kopi. Bila semula setiap hari, maka saatnya mengurangi menjadi 3 kali seminggu. Bila memang sudah kecanduan kopi, pertimbangkan untuk menyeduh kopi sendiri agar bisa menekan pengeluaran.

Baca Juga: 5 Kesalahan Finansial Yang Sering Menjebak Usia 30an

3. Rokok

Mungkin Anda sendiri sudah menyadari pengeluaran untuk rokok itu bisa melukai dompet secara signifikan. Harga rokok rata-rata Rp20.000 per bungkus. Bila dalam sehari Anda habiskan minimal 1 bungkus, maka dalam sebulan penghasilan yang terkuras untuk membeli rokok mencapai Rp600.000. Dalam setahun angkanya mencapai Rp7,2 juta.

Uang sebesar Rp7,2 juta apabila diinvestasikan di produk reksadana yang mampu tumbuh 20% selama 5 tahun, Anda bisa mengumpulkan Rp64,2 juta. Lumayan, kan, untuk menambah kebutuhan uang muka pembelian rumah?

Untuk menanggulangi kebocoran finansial akibat jajan rokok, cobalah mulai berkomitmen mengurangi frekuensi secara perlahan. Bila saat ini Anda menghabiskan 1 bungkus setiap hari, geserlah menjadi 1 bungkus per 2 hari dan seterusnya. Selain lebih sehat untuk kesehatan, tentu saja lebih hemat untuk isi dompet Anda.

4. Biaya transfer antar bank

Sistem perbankan di Indonesia sejauh ini memang masih belum efisien. Nasabah bank mau tidak mau harus mau menanggung biaya transfer ketika hendak mentransfer uang antar bank. Biayanya lumayan sekitar Rp5.000-Rp7.500 per transfer. Bila Anda tergolong sering melakukan transfer antar bank, lebih baik mulai memikirkan alternatif transfer yang lebih ramah biaya.

Anda bisa mengakalinya dengan memanfaatkan aplikasi bebas biaya transfer bank yang kini banyak tersedia. Atau, mengganti rekening transaksi ke rekening yang membebaskan biaya transfer.

5. Kosmetik

Ini biasanya sering terjadi pada kaum hawa. Kemudahan pembelian secara online ditambah hasrat mengikuti tren gaya hidup dan godaan para beauty vlogger, banyak menjebak seseorang menjadi sangat konsumtif dalam membeli kosmetik. Apakah itu lipstik, foundation, maskara, sampai eye shadow, dan sebagainya.

Bila 3 lipstik saja sudah cukup, tidak perlu juga, kan, membeli sampai 10 lipstik? Mungkin harga lipstik yang Anda beli tidak mahal, tapi bila sering terjadi pembelian yang sebenarnya tidak Anda butuhkan, kesehatan finansial pribadi yang menjadi taruhannya.

Biasakan mencermati jenis kebutuhan yang memang mendesak dan mana yang sebenarnya sekadar tuntutan gaya hidup. Dengan begitu, penghasilan bisa Anda optimalkan menjadi sesuatu yang lebih produktif. Misalnya, untuk berinvestasi, menambah cadangan dana darurat ataupun untuk melengkapi kebutuhan asuransi.

Itulah 5 jenis pengeluaran remeh temeh yang sering tanpa disadari mampu membobol keuangan pribadi. Mulailah lebih cermat mengelola pos-pos pengeluaran sehingga penghasilan yang sudah Anda dapatkan dengan kerja keras, bisa termanfaatkan lebih optimal dan produktif.