Kinerja Investasi Perlu Evaluasi Juga, Begini Caranya

0
4445
kinerja investasi

Ketika Anda sudah rajin mengembangkan aset melalui investasi, sebaiknya Anda jangan melupakan begitu saja dana yang sudah Anda tanam. Evaluasi kinerja investasi yang sudah dilakukan wajib Anda lakukan karena bagaimanapun langkah investasi tersebut memiliki target dan tujuan yang hendak Anda capai.

Misalnya, Anda rutin berinvestasi setiap bulan di sebuah produk investasi yang diasumsikan mampu tumbuh 10% per tahun, selama 4 tahun ke depan. Tentu langkah tersebut sudah menghitung berapa target dana yang hendak Anda kumpulkan. Untuk memastikan asumsi hitungan tujuan keuangan yang sudah dipatok di depan terpenuhi, Anda perlu rutin mengecek kinerja investasi tersebut. Umumnya seseorang perlu mengevaluasi kinerja investasi yang dia miliki minimal setiap akhir tahun atau setiap semester. Bila Anda bingung mulai dari mana, Anda bisa mengikuti empat langkah berikut ini:

1. Cek harga pertama beli

Ketika pertama kali berinvestasi di sebuah instrumen invetasi, apakah itu saham, reksa dana, obligasi ataupun emas, jangan lupa untuk mencatat dan mengingat harga beli ketika itu. Misalnya, Anda berinvestasi rutin di reksa dana saham A, catatlah berapa harga unit penyertaan dan nilai aktiva bersih reksa dana tersebut ketika pertama kali Anda membeli (initial subscription).

Baca juga: Strategi Investasi di Puncak Karir, Inilah Langkah-Langkahnya

Dengan mengetahui harga sebuah instrumen investasi ketika pertama kali membelinya, Anda bisa menghitung berapa pertumbuhannya atau penurunannya selama setahun belakang. Bagaimana bila Anda lupa tidak mencatat harga pertama pembelian? Tenang. Jika Anda berinvestasi di reksa dana, manajer investasi akan mengirimkan kinerja dana Anda secara rutin atau Anda bisa memintanya kepada manajer investasi. Jika Anda membeli reksa dana tersebut melalui bank, Anda juga bisa melihatnya kinerjanya di internet banking.

Bila Anda berinvestasi di saham, Anda bisa mengecek catatan histori pembelian di akun investor yang Anda miliki di sekuritas. Saat ini, hampir semua penyedia platform investasi baik reksa dana, obligasi maupun saham, melengkapi fitur potential gain atau loss di akun investor yang bersangkutan. Jadi, setiap saat sebenarnya Anda bisa langsung tahu apakah nilai investasi Anda untung atau rugi.

2. Bandingkan dengan harga acuan

Instrumen investasi pasti memiliki acuan untuk mengukur pertumbuhan harga. Misalnya, apabila Anda berinvestasi di saham atau reksa dana saham, maka acuan atau benchmark yang bisa Anda bandingkan adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Sebagai gambaran, investasi Anda di reksa dana saham C hanya mampu tumbuh 2% tahun lalu. Sedangkan pertumbuhan IHSG pada periode yang sama malah minus 2,54%. Itu berarti, kinerja investasi reksa dana ABCD cukup bagus walau pertumbuhannya kecil, karena masih mampu tumbuh positif apabila dibandingkan harga acuannya yang negatif.

Baca juga: Belum Terlambat Memulai Investasi di Usia Kepala Empat

Anda juga memanfaatkan indeks acuan yang dirilis oleh beberapa institusi. Misalnya, untuk mengukur kinerja reksa dana campuran, Anda bisa membandingkannya dengan Infovesta Balanced Fund Index. Begitu juga untuk jenis reksa dana lain, indeks acuannya juga bisa Anda cek langsung di Infovesta.

Hal yang sama juga dapat Anda lakukan pada kinerja saham. Malah untuk saham, Anda bisa memiliki benchmark cukup beragam. Misalnya, saham yang Anda beli termasuk saham unggulan (bluechip) dan masuk jajaran LQ-45, yakni daftar saham dengan transaksi dan kapitalisasi pasar tertinggi. Jadi, selain membandingkan pertumbuhannya dengan IHSG, Anda juga dapat membandingkan kinerjanya dengan kinerja indeks LQ-45.

3. Evaluasi dengan asumsi awal

Sebelum berinvestasi ke sebuah instrumen, Anda tentu memiliki tujuan keuangan yang hendak dicapai. Sebagai contoh, kebutuhan dana pensiun atau dana pendidikan anak yang hendak Anda gunakan enam tahun lagi adalah Rp100 juta. Untuk bisa mencapai target dana tersebut, Anda perlu berinvestasi di sebuah instrumen investasi yang mampu tumbuh minimal 15% per tahun selama enam tahun sebesar Rp850.000 per bulan.

Saat melakukan evaluasi rutin di akhir tahun, terungkap bahwa kinerja instrumen investasi yang Anda gunakan untuk meraih tujuan keuangan tersebut hanya 10% per tahun. Ada selisih cukup besar dari asumsi pertumbuhan awal yaitu sebesar 5%. Bila demikian, ada risiko target dana yang Anda kejar tidak tercapai. Lebih-lebih apabila kinerja di bawah asumsi tersebut terjadi terus-menerus. Dari sini Anda bisa menimbang langkah lanjutan supaya target dana dalam tujuan keuangan tersebut bisa tercapai.

4. Ambil keputusan

Ketika asumsi awal yang Anda gunakan dalam penghitungan tujuan keuangan meleset, maka Anda memiliki beberapa opsi pasca evaluasi. Pertama, switching atau mengalihkan investasi ke instrumen investasi lain yang mencetak kinerja lebih bagus dan sesuai dengan asumsi hitungan awal Anda.

Baca juga: Hindari Blunder Finansial Ketika Memutuskan Resign di Usia 40

Kedua, memangkas kerugian (cutloss) dan switching ke instrumen berbeda. Kinerja investasi Anda ternyata di bawah target. Setelah melihat tren ke depan, banyak prediksi ahli yang menyebut kondisi pasar belum akan membaik dalam jangka pendek. Ini mungkin menjadi sinyal bagi Anda untuk menempuh aksi cutloss dan mengalihkan investasi ke instrumen lain yang lebih rendah risiko sekaligus masih mampu memenuhi asumsi hitungan awal.

Sebagai contoh, Anda berasumsi investasi saham C mampu tumbuh minimal 7% per tahun. Tapi, pada kenyataannya kinerja investasi saham C tersebut hanya sebesar 3% per tahun. Anda pun tak yakin kinerjanya tahun depan akan lebih baik. Bila sudah demikian, cutloss adalah yang paling mungkin dan mengalihkan investasi di instrumen lain dengan proyeksi return lebih baik. Misalnya, mengalihkan investasi ke instrumen berpendapatan tetap seperti saving bond ritel (SBR) yang memberikan return tetap di atas 8% atau menempatkannya di deposito yang memberikan bunga 7,25% per tahun.

Ketiga, menambah modal investasi (top up). Anda mendapati bahwa kinerja instrumen investasi yang Anda gunakan ternyata di bawah asumsi awal. Tapi, Anda memiliki optimisme bahwa kinerja investasi tersebut akan berbalik tumbuh tinggi tahun depan. Dengan keyakinan tersebut, Anda menilai menambah modal investasi adalah yang tepat. Sebagai contoh, Anda membeli saham D seharga Rp1.000 per saham dengan asumsi pertumbuhan 15% per tahun. Investasi ini ditujukan untuk dana pensiun kelak.

Ternyata pertumbuhan harganya setahun ini justru turun 3%. Namun, berbekal analisa fundamental dan proyeksi jangka panjang, Anda optimistis bahwa harga saham tersebut akan menembus Rp1.500 tahun depan. Dengan demikian, Anda justru memanfaatkan momen kejatuhan harga saham tersebut untuk membeli lebih banyak dengan harapan memperoleh keuntungan lebih optimal saat harganya menembus Rp1.500 per saham.

Itulah beberapa cara mudah mengevaluasi kinerja investasi berikut langkah yang perlu dilakukan pasca evaluasi. Mudah, bukan?